Gemajustisia.com-Hutan lindung Indonesia mempunyai fungsi penting dalam
menjaga ekosistem dan biodiversiti dunia. Sebagai negara dengan luas hutan
terbesar ketiga setelah Brasil dan Zaire, fungsi hutan Indonesia dalam
melindungi ekosistem lokal, nasional, regional dan global sudah diakui secara
luas. Dari fungsi biodiversiti, Indonesia dikenal sebagai pemilik 17 % spesies
dunia, walaupun luas wilayahnya hanya 1.3 % dari luas wilayah dunia.
Diperkirakan Indonesia memiliki 11 % species tumbuhan berbunga yang sudah
diketahui, 12% binatang menyusui, 15 % amfibi dan reptilia, 17 % jenis burung
dan sekitar 37 % jenis-jenis ikan yang ada di dunia (KLH dan UNESCO, 1992). Kemewahan tersebut suatu ketika akan punah dan hilang,
jika pengelolaan hutan lindung tidak dilakukan secara bijaksana dan
berkelanjutan, dan didukung oleh kebijakan dan peraturan perundangan yang
jelas. Berdasarkan peraturan perundangan yang ada, diantaranya Undang-Undang
No. 41 Tahun 1999 pasal 1, hutan lindung didefinisikan sebagai kawasan hutan
yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan
untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi
air laut dan memelihara kesuburan tanah. Posisi Indonesia yang berada di garis khatulistiwa,
menjadikan Indonesia berada dalam kawasan Tropis, artinya cuaca yang mengirinya
berimbang antara hujan dan kemarau. Hal ini berdampak pada perkembangan jenis- jenis hutan
di Indonesia. Hutan di Indonesia memiliki banyak keragaman. Hal ini berdampak
pada pada perkembangan jenis hutan di Indonesia. Hutan di Indonesia memiliki
banyak keragaman. Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh dunia.
Kita dapat menemukan hutan baik di daerah tropis maupun daerah beriklim dingin.
Di dataran rendah maupun di pegunungan, di pulau kecil maupun di benua besar. Hutan merupakan suatu kumpulan tumbuhan dan juga tanaman,
terutama pepohonan atau tumbuhan berkayu lain, yang menempati daerah yang cukup
luas. Salah satu Hutan Lindung, adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi
pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air,
mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi (penerobosan) air laut,
dan memelihara kesuburan tanah. Mengingat dampak kebakaran hutan dan lahan sangat besar,
untuk melindungi keberlangsungan hutan, maka setiap orang dilarang membakar
hutan. Kemudian setiap orang dilarang membuang benda-benda yang dapat
menyebabkan kebakaran dan kerusakan serta membahayakan keberadaan atau
kelangsungan fungsi hutan. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dalam
Bab V pengelolaan hutan pada bagian lima dijelaskan bahwa penyelenggaraan
perlindungan hutan dan konservasi alam bertujuan menjaga hutan, kawasan hutan
dan lingkungannya, agar fungsi lindung, fungsi konservasi dan fungsi produksi
tercapai secara optimal dan lestari. Untuk menjamin terselenggaranya
perlindungan hutan, maka kepada Pejabat Kehutanan tertentu dalam lingkup
instansi kehutanan di pusat dan daerah diberi kewenangan kepolisian khusus yang
disebut Polisi Kehutanan. Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang lingkup
tugas dan tanggung jawabnya meliputi pengurusan hutan dan konservasi sumber
daya alam hayati dan ekosistemnya diberi wewenang sebagai penyidik yang disebut
Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil Kehutanan. Untuk melakukan pengamanan
hutan di areal kawasan hutan yang telah dibebani hak atau izin dapat dibentuk
Satuan Pengamanan Hutan oleh pemegang hak atau pemegang izin, yang dalam
pelaksanaannya dikoordinasikan oleh instansi kehutanan. Upaya penanggulangan kebakaran hutan lindung dapat
dilakukan dengan penerapan Sanksi, penerapan sanksi yang mengatur tentang pihak
yang sengaja/lalai menyebabkan kebakaran hutan, yaitu bagi pihak yang sengaja
membakar hutan, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun
dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Sedangkan,
bagi pihak yang karena kelalaiannya membakar hutan, diancam dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 1.500.000.000,00
(satu miliar lima ratus juta rupiah). Tindak pidana tersebut apabila dilakukan
oleh dan/atau atas nama badan hukum atau badan usaha, tuntutan dan sanksi
pidananya dijatuhkan terhadap pengurusnya, baik sendiri-sendiri maupun
bersama-sama, dikenakan pidana sesuai dengan ancaman pidana masing-masing
ditambah dengan 1/3 (sepertiga) dari pidana yang dijatuhkan. Selanjutnya, setiap perbuatan melanggar hukum dengan
tidak mengurangi sanksi pidana, baik yang dilakukan secara sengaja atau karena
kelalaiannya menyebabkan kebakaran hutan sebagaimana disebutkan di atas,
mewajibkan ? kepada penanggung jawab perbuatan itu untuk
membayar ganti rugi sesuai ? dengan
tingkat kerusakan atau akibat yang ditimbulkan kepada negara, untuk ? biaya rehabilitasi, pemulihan kondisi hutan, atau
tindakan lain yang ? diperlukan. ? Sanksi yang mengatur tentang pihak yang menyebabkan
kebakaran ? lahan, yaitu setiap orang yang melakukan
pembakaran lahan, dipidana dengan ? pidana
penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) ? tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga
miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah). Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah atau
menanggulangi kebakaran hutan antara lain: - Memperhatikan wilayah hutan dengan titik api
yang cukup tinggi yang dapat memicu terjadinya kebakaran hutan. Wilayah titik
api ini harus diperhatikan ketika kemarau panjang terjadi. - Tidak membuka lahan atau perkebunan dengan
cara membakar hutan. - Tidak membuang puntung rokok secara
sembarangan di hutan. - Tidak meninggalkan api unggun dalam hutan.
Api unggun harus dipadamkan terlebih dahulu jika ingin meninggalkan hutan. - Melakukan patroli hutan secara berkala untuk
mengecek kondisi hutan. - Melakukan pemotretan citra secara berkala
terutama di wilayah dengan titik api yang tinggi. - Menyediakan mobil pemadam kebakaran yang siap
untuk digunakan. - Apabila terjadi kebakaran hutan berskala
kecil, maka lakukan penyemprotan secara langsung ke daerah yang terbakar. - Jika kebakaran terjadi dalam skala besar,
maka lakukan penyemprotan air dari udara menggunakan helikopter juga membuat
hujan buatan. Dengan menangulangi kebakaran hutan lindung sama dengan
halnya menjaga ekosistem hal ini bertujuan untuk menjaga keanekaragaman hayati,
ekosistem, serta melindungi lingkungan dari berbagai ancaman seperti penebangan
liar, perburuan ilegal, dan aktivitas manusia yang dapat merusak ekosistem
hutan. Dalam upaya penanggulangan kebakaran hutan lindung
terdapat kendala-kendala dalam penerapannya yaitu mulai dari Sarana dan
prasarana, dan Kesadaran Masyarakat, untuk itu perlu adanya penyadaran hukum
dan sosialisasi mengenai upaya penanggulangan kebakaran hukum lindung sehingga
kebakaran-kebakaran hutan lindung dapat diminimalisasi atau bahkan tidak akan
ada kebakaran hutan lagi sehingga ekosistem terjaga. Implementasi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan terhadap kasus kebakaran hutan lindung di Indonesia menghadapi
beberapa hambatan. Meskipun Undang-Undang tersebut secara tegas melarang
pembakaran hutan, pada tahun 2019 terjadi kebakaran hutan di Provinsi Riau
seluas 75.871 Ha. Salah satu kendala utamanya adalah kebakaran hutan yang masih
terjadi secara rutin setiap tahun, menunjukkan bahwa implementasi Undang-Undang
tersebut belum optimal. Meskipun perundang-undangan Indonesia mengizinkan
pembukaan lahan dengan beberapa pengecualian, tindakan membakar hutan tetap
dianggap sebagai tindak pidana. Upaya pencegahan dari Pemerintah Provinsi Riau
sangat penting untuk meminimalisir kebakaran hutan dengan alokasi anggaran yang
memadai. Selain itu, perlu sinergi antara berbagai pihak, termasuk masyarakat
setempat, dalam pengawasan dan pengelolaan hutan untuk mencapai perlindungan
hutan yang efektif. Bentuk hambatan atas implementasi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 terhadap kasus kebakaran hutan lindung di indonesia berdasarkan
penelitian yang kami lakukan yakni: 1. Kuantitas dan kualitas polisi hutan: Dalam
pelaksanaannya, terdapat kuantitas dan kualitas polisi hutan yang tidak
mencukupi. Ini dapat berpengaruh pada efektivitas pencegahan dan pengendalian
kebakaran hutan. 2. Regulasi dan sarana prasarana: Adanya regulasi yang
tidak mencukupi dan sarana prasarana yang tidak cukup baik juga dapat menjadi
kendala dalam implementasi perundang-undangan tersebut. Ini dapat berpengaruh
pada kinerja pengawasan dan pengelolaan hutan. 3. Kebijakan pengendalian kebakaran hutan dan lahan:
Pemerintah telah banyak mengeluarkan peraturan untuk mengatasi kerusakan hutan
akibat kebakaran hutan dan lahan, tetapi kejadian kebakaran hutan di Indonesia
selalu berulang hampir setiap tahun pada lokasi yang sama. 4. Pengelolaan hutan dan lingkungan hidup:
Perundang-undangan di Indonesia mengizinkan pembukaan lahan dengan beberapa
pengecualian, yang dapat menjadi kendala dalam implementasi Undang-Undang No.
41 tahun 1999. Perlu diingat bahwa pembukaan lahan dapat dianggap sebagai
tindak pidana menurut Pasal 50 ayat (3) huruf d Undang-Undang Nomor 41 Tahun
1999 tentang Kehutanan. 5. Sinergi antara berbagai pihak: Implementasi
perundang-undangan tersebut dapat mengalami kendala jika tidak ada sinergi
antara berbagai pihak, termasuk masyarakat setempat, dalam pengawasan dan
pengelolaan hutan. Perlu diingat bahwa pengawasan dan pengelolaan hutan harus
direalisasikan dengan peraturan yang bersifat khusus disinkronisasikan terhadap
peraturan yang bersifat umum agar tidak bertentangan 6. Perubahan iklim: Kebakaran hutan di Indonesia dapat
disebabkan oleh perubahan iklim, yang dapat menjadi kendala dalam implementasi
perundang-undangan tersebut. Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, pemerintah dan
masyarakat harus berkoordinasi dan bekerja sama untuk mengoptimalkan aneka
fungsi hutan, mencapai manfaat lingkungan, sosial, dan ekonomi, serta
meminimalisir kerusakan hutan akibat kebakaran. Sumber:
Darusman. D, 2002, Pembenahan Kehutanan Indonesia. Penerbit Lab Politik
Ekonomi dan Sosial Kehutanan, Fakultas Kehutanan, IPB, Bogor.
Supriadi, D., dan Sudradjat, A., 2003. Kebijakan Pengelolaan Kawasan
Lindung di Daerah Jawa Barat, dalam Konsepsi Pengelolaan Kawasan Lindung di
Jawa Barat. Alqaprint Jatinangor, Bandung.
Syaprillah, Aditia, 2016, Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Lingkungan.
Rajawali Pers. Yogyakarta
Yusuf, Abdul Muis dan Mohammad Taufik Makarao, 2011, Hukum Kehutanan
di Indonesia. Rineka Cipta, Jakarta
0 Comments