Internship
International Law Student Association Gemajustisia.com - Perkembangan teknologi informasi dan
pengaruh arus globalisasi berkembang dengan sangat pesat, memberikan dampak
serta pengaruh pada sendi-sendi kehidupan hampir di seluruh negara dunia. Salah
satu contoh dari perkembangan tersebut adalah adanya mata uang digital (Cryptocurrency). Mengingat, cryptocurrency berasal dari
dua kata yakni cryptography yang berarti kode rahasia dan currency
yang artinya mata uang. Dengan kata lain, cryptocurrency adalah mata uang virtual yang
dilindungi kode rahasia. Sederhananya,
uang kripto adalah mata uang yang memiliki sandi-sandi rahasia yang cukup rumit
berfungsi melindungi dan menjaga keamanan mata uang digital ini. Dengan tingkat keamanannya yang
tinggi, dampak penggunaan cryptocurrency dapat memicu berbagai macam
bentuk kejahatan baik di sektor hukum, ekonomi, maupun keamanan Negara. Tidak dapat dipungkiri eksistensi cryptocurrency
dapat menjadi modus baru tindak pidana pencucian uang dalam hal ini dikenal
dengan istilah money laundering akibat dari penggunaan identitas palsu. Sebab tindakan ini bertujuan untuk
menyamarkan dana serta berbagai informasi dari transaksi berbasis cryptocurrency. Pada konteks pencucian uang berbasis
cryptocurrency, seperti pada bitcoin contohnya. Dikutip dari
laman web Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dalam
transksi bitcoin dengan perlindungan privasi yang tinggi sehingga pada
saat melakukan transaksi, sistem bitcoin tidak akan mengungkap identitas
individu atau kelompok yang terlibat. Sebaliknya, pengguna bitcoin
hanya dapat diidentifikasi oleh kode numerik yang terkadang juga dialihkan
dengan beberapa nama samaran. Kemudian, risiko pencucian uang yang
dapat dilakukan oleh para penjual maupun pembeli menggunakan bitcoin,
dimudahkan dengan ketiadaan regulasi AML (Anti Money Laundering) serta
prosedur KYC (Know Your Customer). Akibatnya perdangangan bitcoin
dapat dilakukan beberapa kali hingga dapat ditukarkan dengan mata uang legal di
suatu negara. Jika
kita lihat kebelakang maka di luar negeri sendiri sudah ada kasus yang terjadi
pada tahun 2013 yaitu Liberty Reserve, yang merupakan penyedia jasa money
transmitting dan mengklaim lembaga institusinya sebagai sistem pembayaran
online tertua serta
paling aman dalam hal melayani jutaan pengguna di seluruh dunia. Untuk
dapat mengirimkan uang memakai Liberty Reserve, pelanggan hanya
mencantumkan nama, alamat serta tanggal lahir. namun demikian pelanggan tidak
wajib mencantumkan identitasnya. Pelanggan
menukarkan uang
mereka ke dalam mata uang virtual
yang telah disediakan Liberty Reserve, dengan itu maka uang akan dengan
cepat sampai dan uang digital itu dikonversi kembali ke uang tunai. Maka dengan itu si pengirim dan
penerima tidak terdeteksi jika ia melakukan money laundering. Hal
ini sama seperti yang terjadi pada kasus yang heboh juga yaitu pencucian uang
terindikasi terjadi di Indonesia yaitu melalui kasus pencucian uang yang
dilakukan pada kasus ASABRI. Juga yang ramai belakangan ini
pencucian uang yang dilakukan oleh afiliator investasi ilegal atau bodong salah
satunya menggunakan crypto sebagai sarana pembayaran fee kepada afiliator,
untuk mengelabui penghimpunan dan pembayaran dana secara ilegal. Jika
menelisik dari
kasus-kasus pencucian uang yang menggunakan mata uang virtual sebagai
sarananya maka kejadian tersebut akan menjadi ancaman baru dalam dunia
kejahatan yang harus diantisipasi sedini mungkin oleh Indonesia. Lalu yang menjadi pertanyaannya bagaimana
peran hukum internasional dalam meminimalisir crypto money laundering
ini. Financial Action Task Force (FATF) adalah sebuah organisasi internasional yang bertujuan untuk menetapkan standar
untuk mendorong langkah-langkah penegakan hukum, baik dari sisi regulasi maupun
operasional yang efektif untuk
memerangi pencucian uang, pendanaan terorisme dan tindak pidana lainnya yang mengancam integritas sistem keuangan
internasional serta melakukan evaluasi
terhadap negara-negara di dunia atas standar tersebut. FATF
merupakan badan antar pemerintah yang berfungsi sebagai pembuat kebijakan, dan
produk yang telah dihasilkan ialah 40 rekomendasi terkait anti pencucian
uang dan 9 rekomendasi
khusus terkait pemberantasan pendanaan terorisme. Dengan
adanya rekomendasi dari Financial Action Task Force (FATF) salah satunya Nomor 15 diatur bahwa setiap negara
diwajibkan untuk membuat aturan yang komprehensif mengenai New Payment
Method (NPM) termasuk Internet-Based Payment Services (FATF 2015). Maka
diperlukan adanya penilaian risiko dan mempertimbangkan kebijakan dari negara-negara lain,
agar selanjutnya dapat dirumuskan kebijakan yang tepat khususnya untuk
meminimalisir pencucian uang dan pendanaan terorisme dalam mata uang
digital. FATF
menyarankan otoritas nasional membuat "mekanisme koordinasi" untuk
secara proaktif berbagi informasi dengan cara mempromosikan pemahaman yang lebih
dalam tentang risiko pencucian uang dalam lingkup cryptocurrency. Selanjutnya,
dengan pendekatan berbasis risiko menyarankan otoritas nasional untuk
menargetkan orang/lembaga tertentu yang paling mungkin berada di garis depan dalam
pencucian uang dan yang "kegiatannya bersinggungan dengan sistem keuangan
mata uang fiat yang diatur". Di
Indonesia, Badan
Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) telah menerbitkan Peraturan
Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 3 Tahun 2019 tentang
Komoditi yang Dapat Dijadikan Subyek Kontrak Berjangka, Kontrak Derivatif
Syariah, dan/atau Kontrak Derivatif Lain yang Diperdagangkan di Bursa
Berjangka. Berdasarkan
peraturan tersebut, cryptocurrency kini menjadi produk komoditas dan
dapat diperdagangkan di bursa berjangka Indonesia. Dengan kata lain, bitcoin
legal sebagai suatu bentuk alat investasi. Peraturan
ini memberi ruang pengembangan usaha inovasi komoditas digital, kepastian
berusaha di sektor digital, serta memberi kepastian dan perlindungan hukum bagi
masyarakat, termasuk dana nasabah atau pengguna aset crypto. Aturan
ini juga memuat ketentuan mengenai Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan
Terorisme (APU/PTT). Oleh: Aria Pratama
Internship International Law Student Association
0 Comments