Peran Hukum Internasional Dalam Meminimalisir Crypto Money Laundering

Law Share
Peran Hukum Internasional Dalam Meminimalisir Crypto Money Laundering

Oleh: Aria Pratama

Internship International Law Student Association

 

Gemajustisia.com - Perkembangan teknologi informasi dan pengaruh arus globalisasi berkembang dengan sangat pesat, memberikan dampak serta pengaruh pada sendi-sendi kehidupan hampir di seluruh negara dunia. Salah satu contoh dari perkembangan tersebut adalah adanya mata uang digital (Cryptocurrency).

Mengingat, cryptocurrency berasal dari dua kata yakni cryptography yang berarti kode rahasia dan currency yang artinya mata uang. Dengan kata lain, cryptocurrency adalah mata uang virtual yang dilindungi kode rahasia.

Sederhananya, uang kripto adalah mata uang yang memiliki sandi-sandi rahasia yang cukup rumit berfungsi melindungi dan menjaga keamanan mata uang digital ini.

Dengan tingkat keamanannya yang tinggi, dampak penggunaan cryptocurrency dapat memicu berbagai macam bentuk kejahatan baik di sektor hukum, ekonomi, maupun keamanan Negara.

Tidak dapat dipungkiri eksistensi cryptocurrency dapat menjadi modus baru tindak pidana pencucian uang dalam hal ini dikenal dengan istilah money laundering akibat dari penggunaan identitas palsu.

Sebab tindakan ini bertujuan untuk menyamarkan dana serta berbagai informasi dari transaksi berbasis cryptocurrency.

Pada konteks pencucian uang berbasis cryptocurrency, seperti pada bitcoin contohnya. Dikutip dari laman web Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dalam transksi bitcoin dengan perlindungan privasi yang tinggi sehingga pada saat melakukan transaksi, sistem bitcoin tidak akan mengungkap identitas individu atau kelompok yang terlibat.

Sebaliknya, pengguna bitcoin hanya dapat diidentifikasi oleh kode numerik yang terkadang juga dialihkan dengan beberapa nama samaran.

Kemudian, risiko pencucian uang yang dapat dilakukan oleh para penjual maupun pembeli menggunakan bitcoin, dimudahkan dengan ketiadaan regulasi AML (Anti Money Laundering) serta prosedur KYC (Know Your Customer).

Akibatnya perdangangan bitcoin dapat dilakukan beberapa kali hingga dapat ditukarkan dengan mata uang legal di suatu negara.

Jika kita lihat kebelakang maka di luar negeri sendiri sudah ada kasus yang terjadi pada tahun 2013 yaitu Liberty Reserve, yang merupakan penyedia jasa money transmitting dan mengklaim lembaga institusinya sebagai sistem pembayaran online tertua serta paling aman dalam hal melayani jutaan pengguna di seluruh dunia.

Untuk dapat mengirimkan uang memakai Liberty Reserve, pelanggan hanya mencantumkan nama, alamat serta tanggal lahir. namun demikian pelanggan tidak wajib mencantumkan identitasnya.

Pelanggan menukarkan uang mereka ke dalam mata uang virtual yang telah disediakan Liberty Reserve, dengan itu maka uang akan dengan cepat sampai dan uang digital itu dikonversi kembali ke uang tunai. Maka dengan itu si pengirim dan penerima tidak terdeteksi jika ia melakukan money laundering.

Hal ini sama seperti yang terjadi pada kasus yang heboh juga yaitu pencucian uang terindikasi terjadi di Indonesia yaitu melalui kasus pencucian uang yang dilakukan pada kasus ASABRI.

Juga yang ramai belakangan ini pencucian uang yang dilakukan oleh afiliator investasi ilegal atau bodong salah satunya menggunakan crypto sebagai sarana pembayaran fee kepada afiliator, untuk mengelabui penghimpunan dan pembayaran dana secara ilegal.

Jika menelisik dari kasus-kasus pencucian uang yang menggunakan mata uang virtual sebagai sarananya maka kejadian tersebut akan menjadi ancaman baru dalam dunia kejahatan yang harus diantisipasi sedini mungkin oleh Indonesia.

Lalu yang menjadi pertanyaannya bagaimana peran hukum internasional dalam meminimalisir crypto money laundering ini.

Financial Action Task Force (FATF) adalah sebuah organisasi internasional yang bertujuan untuk menetapkan standar untuk mendorong langkah-langkah penegakan hukum, baik dari sisi regulasi maupun operasional yang efektif untuk memerangi pencucian uang, pendanaan terorisme dan tindak pidana lainnya yang mengancam integritas sistem keuangan internasional serta melakukan evaluasi terhadap negara-negara di dunia atas standar tersebut.

FATF merupakan badan antar pemerintah yang berfungsi sebagai pembuat kebijakan, dan produk yang telah dihasilkan ialah 40 rekomendasi terkait anti pencucian uang dan 9 rekomendasi khusus terkait pemberantasan pendanaan terorisme.

Dengan adanya rekomendasi dari Financial Action Task Force (FATF) salah satunya Nomor 15 diatur bahwa setiap negara diwajibkan untuk membuat aturan yang komprehensif mengenai New Payment Method (NPM) termasuk Internet-Based Payment Services (FATF 2015).

Maka diperlukan adanya penilaian risiko dan mempertimbangkan kebijakan dari negara-negara lain, agar selanjutnya dapat dirumuskan kebijakan yang tepat khususnya untuk meminimalisir pencucian uang dan pendanaan terorisme dalam mata uang digital.

FATF menyarankan otoritas nasional membuat "mekanisme koordinasi" untuk secara proaktif berbagi informasi dengan cara mempromosikan pemahaman yang lebih dalam tentang risiko pencucian uang dalam lingkup cryptocurrency.

Selanjutnya, dengan pendekatan berbasis risiko menyarankan otoritas nasional untuk menargetkan orang/lembaga tertentu yang paling mungkin berada di garis depan dalam pencucian uang dan yang "kegiatannya bersinggungan dengan sistem keuangan mata uang fiat yang diatur".

Di Indonesia, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) telah menerbitkan Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 3 Tahun 2019 tentang Komoditi yang Dapat Dijadikan Subyek Kontrak Berjangka, Kontrak Derivatif Syariah, dan/atau Kontrak Derivatif Lain yang Diperdagangkan di Bursa Berjangka.

Berdasarkan peraturan tersebut, cryptocurrency kini menjadi produk komoditas dan dapat diperdagangkan di bursa berjangka Indonesia. Dengan kata lain, bitcoin legal sebagai suatu bentuk alat investasi.

Peraturan ini memberi ruang pengembangan usaha inovasi komoditas digital, kepastian berusaha di sektor digital, serta memberi kepastian dan perlindungan hukum bagi masyarakat, termasuk dana nasabah atau pengguna aset crypto.

Aturan ini juga memuat ketentuan mengenai Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU/PTT).

 

Oleh: Aria Pratama

Internship International Law Student Association

0 Comments

Leave a Reply