Peran Budaya Hukum di dalam
Masyarakat Multikultural Oleh: Habib Ferian Fajar Mahasiswa
Fakultas Hukum Universitas Andalas Gemajustisia.com - Indonesia adalah negara yang beragam, menjadi rumah bagi berbagai
kelompok sosial, agama, budaya, dan etnis. Indonesia merupakan negara multikultural karena
keanekaragamannya, latar belakang (historis), kondisi geografis, dan
keterbukaan terhadap budaya yang berbeda menjadi alasan utama yang mendorong
terciptanya multikulturalisme di Indonesia. Lebih dari 700 bahasa yang digunakan setiap hari oleh
setiap kelompok masyarakat yang menggunakannya. Orang-orang dari berbagai agama
seperti Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu, serta
tradisi yang diturunkan dari nenek moyang masing-masing suku, menyoroti
peradaban multikultural Indonesia. Menurut Parsudi Suparlan mengungkapkan bahwa
Multikulturalisme adalah adanya politik universalisme yang menekankan harga
diri kulturalisme adalah sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan semua
manusia, serta hak akan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual
maupun dan kewajiban yang sama secara kebudayaan. Dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan sukubangsa dan
kebudayaan agama, bersama-sama dengan pedoman kehidupan berbangsa dan
bernegara, mewarnai perilaku dan kegiatan masyarakat. Berbagai kebudayaan itu beriringan,
saling melengkapi dan saling mengisi, tidak berdiri sendiri-sendiri, bahkan
mampu untuk saling menyesuaikan (fleksibel) dalam percaturan hidup sehari-hari. Oleh karena itu, keberadaan tujuan, fungsi, dan peran
hukum dalam kehidupan masyarakat multikultural menjadi sangat penting, dan
upaya pemerintah dalam pembangunan hukum nasional juga merupakan komponen yang
harus dipahami. Empati, solidaritas, keadilan sosial, dan keadilan
merupakan komponen esensial dari multikulturalisme. Hukum, di sisi lain, tumbuh
dan berkembang seiring dengan masyarakat. Dimanapun hukum bekerja, hukum harus
selalu terhubung dengan masyarakat. Hukum terutama dipandang sebagai gejala yang dapat
diamati dalam kehidupan masyarakat melalui pola perilakunya. Artinya, variabel-variabel non-hukum seperti
nilai-nilai, sikap, dan cara pandang masyarakat, kadang-kadang dikenal sebagai
budaya hukum, memiliki pengaruh yang signifikan terhadap hukum. Karena adanya
budaya hukum ini, hukum diterapkan secara berbeda dalam masyarakat yang
berbeda. Banyaknya permasalahan hukum di Indonesia, seperti
korupsi, suap, dan konflik internal di Lembaga negara, perselisihan/tawuran
mahasiswa, tawuran warga negara di Indonesia, penganiayaan, dan pembunuhan,
menjadi saksi rendahnya budaya hukum didalam kehidupan masyarakat bernegara. Selanjutnya, kemajuan teknologi juga telah mengubah
budaya hukum Indonesia menjadi budaya yang baru. Padahal pembuktian mengenai bahwa
Indonesia adalah negara hukum dapat dilihat Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang
Dasar 1945 menegaskan “bahwa negara Indonesia adalah negara hukum”. Hal ini tentunya mengandung makna bahwa segala tatanan
kehidupan berbangsa, bermasyarakat dan bernegara adalah didasarkan atas hukum. Karena pentingnya budaya hukum, maka sangat penting
perhatian pemerintah dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat dalam rangka
membangun budaya hukum atau kesadaran hukum dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Oleh karena itu, untuk memperbaiki dan mengembangkan
budaya hukum masyarakat secara berkesinambungan perlu dilakukan upaya-upaya
nyata yang dapat dilakukan dengan cara-cara berikut ini. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) harus
digunakan untuk memandu pembangunan secara umum, dan ini sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional 2005-2025. Pembangunan hukum dalam RPJP bertujuan untuk
memastikan bahwa hukum perwujudan oleh individu-individu yang memiliki
kesadaran dan budaya hukum yang tinggi untuk menghasilkan kehidupan masyarakat
yang adil dan demokratis. Selain itu, Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
Periode 2010-2014 Bab VII tentang Hukum dan Aparatur, menegaskan bahwa
pembangunan hukum terjadi melalui pembaruan pasal-pasal hukum untuk mendorong
kejelasan hukum, perlindungan, penegakan hukum, dan hak asasi manusia, termasuk
kesadaran hukum, dengan tetap mempertimbangkan keragaman sistem hukum yang
berlaku dan dampak dari globalisasi. Menurut Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
RI Nomor: M.01-PR.08.10 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor: M.01-PR.08.10 Tahun 2006 tentang Pola
Penyuluhan Hukum, disebutkan bahwa dalam rangka mengembangkan budaya hukum pada
semua lapisan masyarakat guna terciptanya kesadaran dan kepatuhan hukum demi
tegaknya supremasi hukum di Negara Kesatuan Republik Indonesia, teknik dan
prosedur penyuluhan hukum digunakan untuk menawarkan materi penyuluhan hukum
kepada masyarakat dengan cara dan pendekatan yang lebih dapat diterima
masyarakat, seperti persuasif, instruktif, komunikatif, dan akomodatif. Hadirnya upaya-upaya tersebut untuk membangun dan
membentuk budaya hukum di masyarakat Indonesia sangat penting untuk memberikan
informasi hukum kepada masyarakat yang buta dengan hukum. Masyarakat disini tidak hanya masyarakat umum tetapi
juga aparatur negara. Konstitusi kita telah mengatur bahwa setiap warga negara
bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung
hukum dan pemerintahan itu tanpa kecualinya terdapat didalam Pasal 27
Undang-Undang Dasar 1945. Lebih jauh lagi, upaya-upaya untuk menciptakan kembali
budaya hukum di Indonesia, khususnya di era globalisasi, harus terus dilakukan
di mana saat ini budaya Barat secara konsisten mendominasi budaya hukum
Indonesia. Kualitas budaya hukum menentukan kualitas penegakan
hukum. Sebaik apapun aturan hukum dibuat, sedetail apapun kelembagaan dan
manajemen organisasi disusun, yang akan menjalankan adalah manusia yang hidup
dalam budaya tertentu. Ketika budaya belum berubah, aturan dan sistem tidak
akan berjalan sesuai harapan. Kualitas penegakan hukum ditentukan oleh budaya hukum.
Yang akan menjalankan adalah manusia yang hidup dalam budaya tertentu, sebaik
apapun aturan hukumnya, betapa pun kompleksnya kelembagaan dan manajemen
organisasi tersebut. Hukum dan sistem tidak akan berjalan sesuai rencana
sebelum budayanya berubah. Oleh: Habib Ferian Fajar
Mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Andalas
0 Comments