MPM Panggil Presma, Tepatkah?

Opini
MPM Panggil Presma, Tepatkah?

GemaJustisia.com- Warga Negara Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Andalas (NM FHUA), tengah dihebohkan dengan pemberitaan terkait Surat Keputusan (SK) Pemberhentian Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Bagastra Khoosy Anakariksi, oleh pihak Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) NM FHUA.

Sehubungan dengan pengeluaran SK Pemberhentian tersebut, pihak Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) juga mengedarkan Surat Pemanggilan terhadap Presiden BEM NM FHUA, Sultan Arya, untuk meminta kejelasan terkait SK yang telah dikeluarkan.

Beredarnya Surat Pemanggilan terhadap Presma ini, juga diunggah ke laman insta story pada akun instagram @mpmfhua, dan telah menarik banyak perhatian warga Fakultas Hukum. Terbitnya Surat Pemanggilan ini terkesan tidak menempatkan fungsi dan wewenang yang sebenarnya dari Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) Fakultas Hukum Universitas Andalas.

Keputusan pemanggilan terhadap Presiden BEM NM FHUA tersebut dinilai tidak berdasar dan berada diluar dari landasan kewenangan yang dimiliki oleh MPM. Sebagaimana yang kita ketahui bersama, Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) ini merupakan suatu forum Negara Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Andalas. MPM terdiri dari Dewan Legislatif Mahasiswa dan Perwakilan Dewan Angkatan yang dipilih melalui Pemilihan Umum (Pasal 2 Ayat (1) dan Ayat (2) Konstitusi Negara Mahasiswa Tahun 2018).

Seharusnya dalam hal ini yang berwenang secara tepat untuk melakukan Pemanggilan untuk meminta kejelasan terkait SK tersebut adalah Fungsi Dewan Legislatif Mahasiswa (DLM) FHUA sebagaimana yang tercantum didalam Pasal 25 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 Tentang MPM, DLM, dan DPA yang isinya menyatakan bahwa

(1)       Mempunyai hak:

a.   Interpelasi;

b.   Angket; dan

c.   Menyatakan pendapat

Hak interpelasi sendiri merupakan suatu hak yang dimiliki oleh DLM untuk meminta keterangan kepada pemerintahan BEM NM FHUA mengenai kebijakannya yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara di FHUA. Sesuai dengan bunyi Pasal 25 ayat (2).

Secara spesifik, Dewan Legislatif Mahasiswa (DLM) FHUA berwenang untuk membentuk undang-undang serta juga memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan pelaksanaan. Semua fungsi DLM tersebut secara jelas diatur didalam Pasal 18 UU NM FHUA Nomor 1 Tahun 2022 tentang Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM), Dewan Legislatif Mahasiswa (DLM), dan Dewan Perwakilan Angkatan (DPA) serta di dalam Pasal 14 dan Pasal 15 Konstitusi Negara Mahasiswa Tahun 2018.

Selanjutnya di dalam Pasal 4 ayat (1) dan 5 UU Nomor 1 Tahun 2022 Tentang MPM, DLM, dan DPA mengatur mengenai wewenang dan tugas MPM,

Pasal 4

Wewenang MPM

(1)       MPM berwenang:

a.   Mengubah dan menetapkan Konstitusi Negara Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Andalas;

b.   Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden hasil Pemilihan Umum;

c.   Memutuskan usul DLM untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden, setelah MM memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan perbuatan melawan hukum, pengkhianatan terhadap Negara, perbuatan tercela, dan tidak lagi memenuhi syarat sebagai  Presiden dan/atau Wakil Presiden.

d.   Melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya;

e.   Memilih Wakil Presiden dari calon yanh diusulkan oleh Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah diusulkan oleh Presiden;

f.    Menilai dan mengesahkan Laporan Pertanggungjawaban Presiden; dan

g.   Memberikan persetujuan atau pertidaksetujuan kepada calon Hakim Konstitusi yang diusulkan oleh Presiden.


Pasal 5

Tugas MPM

MPM bertugas:

a.   memasyarakatkan Konstitusi Negara Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Andalas;

b.   menyerap aspirasi Masyarakat berkaitan dengan pelaksaan Konstitusi Negara Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Andalas; dan

c.   memasyarakatkan ketetapan MPM.

Selain itu, Hak MPM juga diatur dalam Pasal 8 di Undang-undang yang sama dengan berbunyi:

MPM mempunyai hak untuk menyatakan pendapat atas:

a.   laporan Pertanggungjawaban Presiden; dan

b.   proses pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c Undang-Undang ini.

Dari uraian pasal-pasal tersebut, dapat kita ketahui secara jelas, bahwa hak untuk melakukan pemanggilan terhadap Presma BEM NM FHUA hanya dimiliki oleh DLM saja, bukan oleh MPM. Atas dasar itu, maka dalam hal ini MPM telah berada diluar jalur kewenangannya dan tidak tepat bahwa pemanggilan resmi tersebut dikeluarkan dengan dasar pihak MPM hendak meminta kejelasan atas SK Pemberhentian Mendagri.

Kemanakah Pihak DLM?

Hingga kini, masih jadi bahan pertanyaan, kemanakah pihak DLM setelah surat pemanggilan ini dilayangkan ke Presma. Apakah mereka tidak mengetahui ataupun tidak memahami bahwa sebenarnya wewenang DLM lah untuk melakukan pemanggilan dan meminta keterangan terkait SK Pemberhentian Mendagri kepada Presma FHUA tersebut.

Sebagaimana telah merujuk kepada kedua payung hukum yang dimiliki oleh NM FHUA, MPM tidak berhak mencampuri kewenangan yang dimiliki oleh DLM. Surat Pemanggilan tersebut telah menyebabkan kegagalpahaman terhadap penerapan aturan yang tidak pada tempatnya dan menciptakan pencampuran fungsi, hak dan kewenangan antara 2 (dua) lembaga negara.

Sebagai Warga Negara Fakultas Hukum, seharusnya kita lebih paham dan mengerti terkait pelaksanaan kewenangan dan fungsi masing-masing lembaga negara. Menerapkan sesuai jalurnya, bukan malah mencampuradukkan kewenangan yang seharusnya tidak dimiliki.

Surat Pemanggilan Presma tersebut seolah-olah menempatkan MPM sebagai lembaga yang memiliki fungsi pengawasan pelaksanaan atas kinerja BEM dan memiliki hak interpelasi atas kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh BEM NM FHUA. Padahal sudah secara jelas didalam kosntitusi tidak mengatur terakait hak interpelasi MPM tersebut.

Kekuasaan yang diberikan kepada suatu lembaga negara sifatnya saling membatasi antara yang satu dengan yang lain (checks and balances). Sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 1 Ayat (3) Konstitusi Negara Mahasiswa Tahun 2018 menyebutkan bahwa “Negara Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Andalas adalah Negara Hukum”.

Dalam konsepsi negara hukum di Negara Mahasiswa Fakultas Hukum Unand juga terdapat prinsip pembagian atau pemisahan kekuasaan serta dalam pelaksanaan kekuasaan dalam suatu negara terdapat lembaga-lembaga negara. Di NM FHUA terdapat beragam jenis lembaga negara, salah satunya ialah MPM dan DLM tadi.

Majelis Permusyawaratan Mahasiswa merupakan forum di Negara Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Andalas sesuai dengan amanat konstitusi, yang tugas dan kewenangannya sudah secara jelas dan tegas diatur dalam Konstitusi dan UU NM FHUA. Melaksanakan hak interpelasi harusnya menjadi fungsi dari DLM FHUA, bukannya malah menjadi wewenang maupun fungsi eksekusinya oleh MPM.

Namun kenyataannya pihak DLM tak kunjung menampakkan dirinya dan belum mengambil alih sendiri fungsi dan kewenangan yang dimilikinya, sehingga apakah harus MPM sendiri yang mesti turun tangan menggantikan fungsi dari DLM.

Apakah memang benar, jika sekarang fungsi terkait legislasi, anggaran dan pengawasan pelaksanaan dan hak yang dimiliki oleh DLM seperti hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapatnya telah dialihkan ke MPM?






Opini: Resi Nurhasanah





0 Comments

Leave a Reply