Internship International Law Student
Association Gemajustisia.com - “Equation
are more important to me, because politics is for the present, but an equation
is something for eternity”.
Ini merupakan kutipan kalimat ahli fisika Jerman Albert Einstein yang jika
diartikan berarti bahwa persamaan merupakan hal yang penting, karena politik
adalah untuk saat ini, tetapi persamaan adalah sesuatu untuk selamanya. Kalimat
ini menunjukkan bahwasanya seorang saintis sekalipun memandang jika persamaan
merupakan hal yang krusial dalam kehidupan bermasyarakat baik dalam lingkup
nasional maupun global. Dewasa
ini, konsep persamaan menjadi sesuatu yang patut diberi perhatian lebih ketika
sudah menyangkut kehidupan bermasyarakat internasional, terutama mengenai persamaan
kedaulatan. Kedaulatan
merupakan kekuasaan tertinggi suatu negara untuk melakukan sesuatu guna
mencapai kepentingan negara tersebut. Persamaan kedaulatan negara-negara
berarti adanya persamaan hak untuk setiap negara. Piagam
PBB mengakui asas persamaan hak antara anggota PBB dimana asas tersebut
mengakui masyarakat dunia sebagai masyarakat yang multilateral yang terbentuk
dari negara-negara yang berdaulat. Ketentuan
serupa yaitu bahwa terdapat pembatasan pada PBB untuk mencampuri
masalah-masalah yang berada pada yurisdiksi suatu negara dan menjadi urusan
domestik negara tersebut, sebagaimana termaktub dalam Pasal 2 Piagam PBB. Namun,
implementasi pengakuan persamaan kedaulatan oleh PBB dipertanyakan ketika
dihadapkan dengan anggota tetap Dewan Keamanan (DK) PBB. Pada
hakikatnya, DK PBB merupakan salah satu dari instrumen PBB yang berfungsi untuk
menjaga keamaanan dan perdamaian dunia, dimana keanggotaannya sendiri terdiri
dari 5 anggota tetap (P5) dan 10 anggota tidak tetap yang dipilih oleh Majelis
Umum PBB secara bergantian setiap 2 tahun sekali. Adapun
yang merupakan anggota P5 adalah Amerika Serikat, Prancis, Rusia, Cina dan
Inggris yang disebut sebagai pemenang dari Perang Dunia II yang kemudian
menetapkan diri sebagai pendiri PBB berdasarkan UN Charter. Sejalan
dengan tanggung jawab yang amat besar, anggota P5 memiliki kekuasaan yang lebih
besar pula dibandingkan dengan negara-negara lain yang dimanifestasikan melalui
pemberian hak veto. Berdasarkan
Black’s Law Dictionary, Veto adalah
kekuasaan yang diberikan kepada salah satu cabang kekuasaan pemerintahan untuk
menghentikan sebuah tindakan dari salah satu cabang kekuasaan lain. Pemberian
hak veto untuk anggota P5 sendiri diatur dalam Pasal 27 Piagam PBB. John H.
Kagel mendefinisikan hak veto sebagai hak yang dapat membatalkan sebuah
tindakan meski tindakan tesebut telah mendapatkan persetujuan dari mayoritas. Berdasarkan
Pasal 27 Piagam PBB yang berbunyi, “Decisions of the security council on
all other matters shall be made by an affirmative vote of seven members
incluiding concurring vote of the permanent members…” Dijelaskan
bahwa untuk mengeluarkan sebuah keputusan oleh DK PBB memerlukan persetujuan
dari seluruh negara P5. Sehingga, seluruh negara P5 memiliki hak untuk tidak
menyetujui keputusan dari DK PBB. Dengan
demikian, timbul pertanyaan apakah pemberian hak veto ini merupakan sesuatu
yang mengkhianati asas persamaan kedaulatan? Penggunaan
hak veto oleh negara P5 dalam menolak suatu resolusi dalam penyelesaian
sengketa internasional memberikan impresi terhadap masyarakat awam bahwa
sejatinya PBB tidak benar-benar berusaha dalam menjaga keamanan dan perdamaian
dunia. Sampai
bulan April 2017, hak veto sendiri telah digunakan sebanyak 281 kali. Rusia
tercatat paling banyak menggunakan hak veto yaitu sebanyak 136 kali, kemudian
disusul oleh Amerika Serikat sebanyak 83 kali, Inggris 32 kali, Prancis 18
kali, dan yang paling sedikit yaitu Cina sebanyak 12 kali. Pemberian
hak istimewa hanya kepada kelima negara ini memunculkan skeptisme mengenai
persamaan kedaulatan negara-negara, ditambah dengan adanya penyalahgunaan hak
veto dalam penyelesaian sengketa internasional, dimana pada konflik antara
Israel dan Palestina, dari 82 kali hak veto yang digunakan oleh Amerika
Serikat, sebanyak 42 kali digunakan untuk melindung Israel dari resolusi DK
PBB. Upaya
Amerika yang memveto resolusi DK PBB ini yang menghambat penyelesaian sengketa
antara Israel dengan Palestina. Hak veto lazimnya digunakan oleh negara P5
untuk melindungi kepentingan ekonomi dan politik internasional dari negara P5
sehingga makin maraknya opini mengenai relevansi dari hak veto. Hak
veto sendiri sejatinya merupakan sebuah penyimpangan terhadap teori keadilan
juga asas persamaan yang dianut oleh masyarakat internasional, karena dalam
proses pembentukan struktur politik, setiap individu harus berada pada posisi
setara—tidak memandang status sosial. Pemberian
hak veto kepada negara P5 dengan argumentasi bahwa negara-negara tersebut
merupakan pemenang Perang Dunia II menyimpang dari asas-asas persamaan. Oleh
karena itu, diperlukan reformasi terhadap DK PBB untuk meninjau kembali
mengenai keberadaan hak veto, karena PBB bukan merupakan isntitusi yang
sempurna, dimana agenda reformasi merupakan sebuah keniscayaan. Oleh: Andyta Sekar Pratiwi
Internship International Law Student
Association
0 Comments