Hak Veto: Pengingkaran Terhadap Persamaan Kedaulatan

Law Share
Hak Veto: Pengingkaran Terhadap Persamaan Kedaulatan

Oleh: Andyta Sekar Pratiwi

Internship International Law Student Association

 

Gemajustisia.com - “Equation are more important to me, because politics is for the present, but an equation is something for eternity”. Ini merupakan kutipan kalimat ahli fisika Jerman Albert Einstein yang jika diartikan berarti bahwa persamaan merupakan hal yang penting, karena politik adalah untuk saat ini, tetapi persamaan adalah sesuatu untuk selamanya.

Kalimat ini menunjukkan bahwasanya seorang saintis sekalipun memandang jika persamaan merupakan hal yang krusial dalam kehidupan bermasyarakat baik dalam lingkup nasional maupun global.

Dewasa ini, konsep persamaan menjadi sesuatu yang patut diberi perhatian lebih ketika sudah menyangkut kehidupan bermasyarakat internasional, terutama mengenai persamaan kedaulatan.

Kedaulatan merupakan kekuasaan tertinggi suatu negara untuk melakukan sesuatu guna mencapai kepentingan negara tersebut. Persamaan kedaulatan negara-negara berarti adanya persamaan hak untuk setiap negara.

Piagam PBB mengakui asas persamaan hak antara anggota PBB dimana asas tersebut mengakui masyarakat dunia sebagai masyarakat yang multilateral yang terbentuk dari negara-negara yang berdaulat.

Ketentuan serupa yaitu bahwa terdapat pembatasan pada PBB untuk mencampuri masalah-masalah yang berada pada yurisdiksi suatu negara dan menjadi urusan domestik negara tersebut, sebagaimana termaktub dalam Pasal 2 Piagam PBB.

Namun, implementasi pengakuan persamaan kedaulatan oleh PBB dipertanyakan ketika dihadapkan dengan anggota tetap Dewan Keamanan (DK) PBB.

Pada hakikatnya, DK PBB merupakan salah satu dari instrumen PBB yang berfungsi untuk menjaga keamaanan dan perdamaian dunia, dimana keanggotaannya sendiri terdiri dari 5 anggota tetap (P5) dan 10 anggota tidak tetap yang dipilih oleh Majelis Umum PBB secara bergantian setiap 2 tahun sekali.

Adapun yang merupakan anggota P5 adalah Amerika Serikat, Prancis, Rusia, Cina dan Inggris yang disebut sebagai pemenang dari Perang Dunia II yang kemudian menetapkan diri sebagai pendiri PBB berdasarkan UN Charter.

Sejalan dengan tanggung jawab yang amat besar, anggota P5 memiliki kekuasaan yang lebih besar pula dibandingkan dengan negara-negara lain yang dimanifestasikan melalui pemberian hak veto.

Berdasarkan Black’s Law Dictionary, Veto adalah kekuasaan yang diberikan kepada salah satu cabang kekuasaan pemerintahan untuk menghentikan sebuah tindakan dari salah satu cabang kekuasaan lain.

Pemberian hak veto untuk anggota P5 sendiri diatur dalam Pasal 27 Piagam PBB. John H. Kagel mendefinisikan hak veto sebagai hak yang dapat membatalkan sebuah tindakan meski tindakan tesebut telah mendapatkan persetujuan dari mayoritas. Berdasarkan Pasal 27 Piagam PBB yang berbunyi,

“Decisions of the security council on all other matters shall be made by an affirmative vote of seven members incluiding concurring vote of the permanent members…”

Dijelaskan bahwa untuk mengeluarkan sebuah keputusan oleh DK PBB memerlukan persetujuan dari seluruh negara P5. Sehingga, seluruh negara P5 memiliki hak untuk tidak menyetujui keputusan dari DK PBB.

Dengan demikian, timbul pertanyaan apakah pemberian hak veto ini merupakan sesuatu yang mengkhianati asas persamaan kedaulatan?

Penggunaan hak veto oleh negara P5 dalam menolak suatu resolusi dalam penyelesaian sengketa internasional memberikan impresi terhadap masyarakat awam bahwa sejatinya PBB tidak benar-benar berusaha dalam menjaga keamanan dan perdamaian dunia.

Sampai bulan April 2017, hak veto sendiri telah digunakan sebanyak 281 kali. Rusia tercatat paling banyak menggunakan hak veto yaitu sebanyak 136 kali, kemudian disusul oleh Amerika Serikat sebanyak 83 kali, Inggris 32 kali, Prancis 18 kali, dan yang paling sedikit yaitu Cina sebanyak 12 kali.

Pemberian hak istimewa hanya kepada kelima negara ini memunculkan skeptisme mengenai persamaan kedaulatan negara-negara, ditambah dengan adanya penyalahgunaan hak veto dalam penyelesaian sengketa internasional, dimana pada konflik antara Israel dan Palestina, dari 82 kali hak veto yang digunakan oleh Amerika Serikat, sebanyak 42 kali digunakan untuk melindung Israel dari resolusi DK PBB.

Upaya Amerika yang memveto resolusi DK PBB ini yang menghambat penyelesaian sengketa antara Israel dengan Palestina. Hak veto lazimnya digunakan oleh negara P5 untuk melindungi kepentingan ekonomi dan politik internasional dari negara P5 sehingga makin maraknya opini mengenai relevansi dari hak veto.

Hak veto sendiri sejatinya merupakan sebuah penyimpangan terhadap teori keadilan juga asas persamaan yang dianut oleh masyarakat internasional, karena dalam proses pembentukan struktur politik, setiap individu harus berada pada posisi setara—tidak memandang status sosial.

Pemberian hak veto kepada negara P5 dengan argumentasi bahwa negara-negara tersebut merupakan pemenang Perang Dunia II menyimpang dari asas-asas persamaan.

Oleh karena itu, diperlukan reformasi terhadap DK PBB untuk meninjau kembali mengenai keberadaan hak veto, karena PBB bukan merupakan isntitusi yang sempurna, dimana agenda reformasi merupakan sebuah keniscayaan.

 

Oleh: Andyta Sekar Pratiwi

Internship International Law Student Association

0 Comments

Leave a Reply