Ada Apa Dibalik Penundaan Pemilu 2024?

Opini
Ada Apa Dibalik Penundaan Pemilu 2024?

Gemajustisia.com- Masyarakat Indonesia digemparkan dengan Putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Nomor 757/Pdt.G/2022/PN yang memenangkan gugatan perdata dari Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU). Putusan ini sarat akan kontroversi sehingga menimbulkan gonjang ganjing di tengah masyarakat. Peristiwa ini bermula ketika partai Prima menggugat KPU karena merasa dirugikan dalam tahapan pendaftaran dan verifikasi partai politik calon peserta Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

Pada awalnya partai Prima telah melaporkan persoalan ini kepada Bawaslu, dan berdasarkan hasil penelusuran Bawaslu menghasilkan laporan bahwa telah adanya perbuatan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh KPU yaitu pelanggaran proses verifikasi administrasi. Atas hal ini, Bawaslu meminta KPU untuk memberi kesempatan kepada Partai Prima untuk melakukan perbaikan administrasi pemilu, akan tetapi kesempatan yang diberikan oleh KPU disinyalir masih merugikan partai Prima.

Kemudian partai Prima pun kembali mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, namun PTUN Jakarta menyatakan tidak dapat menerima gugatan disebabkan objek gugatan yang masih belum final. Pada akhirnya partai ini melayangkan gugatan pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan mengabulkan petitum dari partai ini.  Lebih lengkap terdapat tujuh poin dalam putusan tersebut, yakni:

1). Menerima gugatan penggugat untuk seluruhnya;

2). Menyatakan penggugat adalah partai politik yang dirugikan dalam verivikasi administrasi oleh tergugat;

3). Menyatakan tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum;

4). Menghukum tergugat membayar ganti rugi materiil sebesar Rp. 500.000.000.00 kepada penggugat;

5). Menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan pemilu 2024 sejak putusan ini dibacakan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang dua tahun empat bulan tujuh hari;

6). Menyatakan putusan perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta merta (uitvoebaar bij voorrad); dan 7). Menetapkan biaya perkara dibebankan kepada tergugat sebesar Rp. 410.000.00.

Putusan ini mendapat sorotan tajam dari khalayak ramai dikarenakan dalam amar putusannya memuat pernyataan untuk tidak melaksanakan sisa tahapan pemilu 2024 sejak putusan ini dibacakan dan melaksanakan tahapan pemilu dari awal selama lebih kurang dua tahun empat bulan tujuh hari.

Padahal menurut pasal 22 E ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) mengagariskan bahwa pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. Hal ini dimaknai bahwa pemilu digelar secara berkala dalam lima tahun sekali. Sehingga dengan dikeluarkannya amar putusan tersebut PN Jakarta Pusat telah menciderai konstitusi.

Dalam gugatan tersebut diketahui bahwasanya yang menjadi tergugat adalah KPU yang notabenenya badan pemerintahan. Sehingga jika memperhatikan Peraturan Mahkamah Agung No 2 Tahun 2019, menyatakan bahwa perkara perbuatan melawan hukum oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan (onrechtmatige overheidsdaad) berada di bawah yurisdiksi Peradilan Tata Usaha Negara.

Namun alih-alih mengindahkan hal tersebut, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang malah mengadili perkara tersebut padahal sudah sangat jelas hal tersebut tidak sesuai dengan kewenangannya.

Selain itu, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat juga melanggar norma Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu), yang mana pada Pasal 431 sampai Pasal 433 UU Pemilu yang memperbolehkan untuk melakukan penundaan pemilu hanya dalam keadaan yang mendesak seperti bencana alam, kerusuhan, gangguan keamanan, dan gangguan yang mengakibatkan tahapan penyelenggaraan pemilu tidak dapat dilaksanakan. Namun mengacu kepada kondisi negara saat ini tidak menunjukan ke dalam kondisi yang mendesak sampai-sampai harus dilakukannya penundaan pemilu tersebut.

Mulai dari melanggar konstitusi, lalu mengadili sengketa yang jelas-jelas bukan kewenangannya, juga terlihat telah adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ini karena mengambil keputusan yang tidak mempertimbangkan secara matang implikasi dari akibat dan tidak berpedoman pada peraturan yang ada terkait dengan hal tersebut.

Meskipun terdapat asas Ius Curia Novit yang artinya hakim dalam menjalankan jabatannya tidak dapat menolak perkara yang diajukan kepadanya. Namun rasanya hal ini tidaklah benar karna justru akan menimbulkan keraguan terhadap masyarakat akan kredibilitas hakim selaku aparat penegak hukum. Atau memang karena adanya intervensi dari segelintir kelompok politik terhadap hakim, yang jelas putusan tersebut menimbulkan banyak pertanyaan bagi masyarakat.

Terlepas dari segala polemik yang terjadi, KPU dan penyelenggara pemilu lainnya harus terus mengawal pemilu 2024 agar berjalan sesuai tahapan dan program yang telah ditetapkan. Juga sesuai dengan periodesasi pemilu, maka pemilu wajib dilaksanakan pada tahun 2024. Selaku warga negara, kita haruslah memantau kebijakan pemerintah, apakah sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku atau malah sebaliknya. Serta sudah seharusnya pemilu 2024 ini melibatkan seluruh elemen masyarakat, karna sejatinya pemilu ialah pesta rakyat bukan pesta para elit.

Pada 21 Maret 2023, KPU telah mengajukan banding sebagai bentuk keseriusan KPU melawan dan menyikapi gugatan Partai Prima. Berikutnya diketahui bahwa permohonan banding tersebut dikabulkan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dengan menyatakan membatalkan Putusan PN Jakarta Pusat Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst. Dalam putusannya, PT DKI Jakarta menyatakan PN Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili perkara ini.

Putusan banding tersebut membatalkan putusan PN Jakarta Pusat yang sebelumnya mengabulkan gugatan Partai Prima. Artinya, KPU selaku penyelenggara pemilu tetap menjalankan pemilu dengan semestinya. Namun bayang-bayang penundaan pemilu akan tetap mengintai selama belum ada putusan yang berkekuatan hukum tetap dalam perkara ini.



opini: Sylvira Agshelya Wolontery (Kombad Justitia)




 

 

 

 

 

 

 

 

0 Comments

Leave a Reply